Twitter

Lingkungan Pertanian dan Pemanasan Global

Posted by globalwarning - -

Pemanasan Global atau Global Warming sudah merupakan hal banyak dibicarakan sejak memanasnya bumi ini. Meningkatnya suhu bumi, mencairnya es di kutub utara,  meningkatnya muka air laut serta perubahan iklim global merupakan dampak dari pemanasan global. 
Lalu apa penyebab pemanasan global itu? Pemanasan global merupakan efek dari meningkatnya jumlah Gas Rumah Kaca (GRK) di permukaan bumi. GRK sendiri terdiri dari gas Metana (NH4), Karbon dioksida (CO2), uap air (H2O), dan Nitrogen oksida (NOX, NxO).

Meningkatnya gas rumah kaca disebabkan oleh kegiatan manusia dalam memproduksi GRK lebih besar dari kemampuan lingkungan dalam memperbaiki dirinya. Secara alami, GRK dapat di daur ulang oleh lingkungan sehingga jumlahnya seimbang. Oleh adanya kegiatan manusia, GRK yang dihasilkan melebihi kemampuan lingkungan untuk mendaur ulang sehingga GRK terkumpul di atmosfer.

Sinar matahari yang masuk bumi mempunyai panjang gelombang yang berbeda-beda. Sebagian dipantulkan kembali ke angkasa luar dan sebagian berupa gelombang infra merah terperangkap di permukaan bumi. Itulah fungsi dari gas rumah kaca yaitu memperangkap sinar matahari untuk menghangatkan bumi. Karena bertambahnya GRK, maka jumlah gelombang infra merah yang terperangkap dipermukaan bumi semakin banyak karena tidak dapat keluar ke angkasa luar. Akibatnya suhu permukaan bumi semakin panas.

Masalah lingkungan seperti pemanasan global merupakan akibat dari mis-management. Menurut  Jeffrey Sals & Joseph Stelitz, negara dengan SDA yang tinggi mempunyai kinerja pembangunan lebih rendah. Hal tersebut juga terjadi di Indonesia. Sehingga bencana lingkungan ini menjadi peringatan bagi seluruh bangsa.

Di Indonesia, sektor pertanian menyumbangan 13,6 persen gas rumah kaca. Emisi GRK sektor pertanian tanpa lahan gambut 70 persen berasal dari sawah, 29,9 persen dari peternakan dan 0,1 persen dari pembakaran residu pertanian. Gas utama yang diemisikan adalah gas metan dan N2O. Jika ditambah dengan alih fungsi lahan dan kehutanan, emisi GRK yang dihasilkan bertambah 47 persen.

Kegiatan pertanian berpengaruh pada pelepasan GRK dan pemanasan global juga mempengaruhi sektor pertanian. Kegiatan tersebut antara lain teknik pembukaan lahan, penggunaan lahan gambut untuk pertanian, tipe penggunaan lahan dan umur penggunaan lahan serta keadaan air tanah.

Teknik pembukaan lahan sangat perbengaruh pada pelepasan GRK. Pembukaan lahan dengan pembakaran lahan akan melepaskan banyak CO2 ke udara. Pembukaan lahan gambut untuk pertanian akan membuka cadangan karbon terbesar sehingga cadangan tersebut terlepas ke udara. Drainase dan pembakaran gambut akan memperparah pelepasan GRK. Tipe penggunaan seperti untuk sawah atau untuk lahan kering akan melepas GRK yang berbeda. Lahan basah menyumbang GRK lebih banyak disbanding lahan kering. Umur penggunaan lahan berpengaruh terhadap emisi GRK. Semakin lama lahan digunakan sebagai lahan pertanian, maka akan semakin banyak gas yang dilepaskan. Keadaan air tanah mempengaruhi pelepasan GRK. Semakin dalam air di lahan sawah maka semakin banyak gas metan yang dilepaskan. Apabila sawah kekurangan air, maka semakin banyak gas N2O yang dilepaskan. Keadaan seimbang didapatkan dengan keadaan air sawah macak-macak (kurang lebih 2-5 cm).

Dampak dari pemanasan global bagi pertanian antara lain adanya banjir di musim basah dan kekeringan di musim kering.oleh karena itu perlu perencanaan adaptasi lingkungan antara lain dengan menyesuaikan pola tanam dan menerapkan teknologi penekan emisi.

Dalam presentasi pada COP 13, Presiden RI menyampaikan pendekatan dan strategi umum dalam menghadapi perubahan iklim. Pendekatan dan strategi tersebut antara lain bahwa pembangunan dan pelestarian lingkungan tidak dipertentangkan tetapi harus diselaraskan dan disinergikan. Yang kedua, aksi sukarela Indonesia dalam upaya peningkatan kemampuan absorbsi karbon, dan ketiga Indonesia melakukan upaya pengurangan emisi karbon melalui aksi sukarela yang dijabarkan melaui berbagai kebijakan yang mencakup semua sektor.

Secara nasional, untuk menurunkan GRK pada tahun 2020, Departemen Pertanian telah membuat rencana aksi nasional penurunan GRK. Untuk tanam mineral kegiatannya yaitu: (1) PLTB dan optimalisasi pemanfaatan lahan; (2) penerapan teknologi budidaya tanaman; (3) pemanfaatan pupuk organik dan bio-pestisida; (4) pengembangan areal perkebunan di lahan tidak berhutan, terlantar dan terdegradasi (APL); (5) pemanfaatan kotoran/urine ternak dan limbah pertanian untuk bio energi dan pupuk organik; dan (6) penelitian dan pengembangan teknologi rendah emisi, metodologi MRV sektor pertanian.

Sedangkan rencana aksi nasional openurunan GRK 2020 areal pertanian di lahan gambut melalui kegiatan (1) pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan; (2) rehabilitasi, reklamasi dan revitalisasi lahan gambut terlantar/terdegradasi pada areal pertanian; dan (3) penelitian dan pengembangan teknologi serta metodologi MRV pada areal pertanian di lahan gambut.

Kebijakan dan strategi umum pemanfaatan lahan gambut dalam Permentan No.14/2009 yaitu bahwa perluasan areal pertanian harus mengutamakan lahan mineral, dan pengembangan lahan gambut hanya ditujukan pada lahan gambut yang sudah dibuka. Pemanfaatan lahan gambut harus sangat selektif dan mempertimbangkan keberlanjutan sistem pertanian dan kelestarian SD lahan dan lingkungan dengan dampak seminimal mungkin. Selanjutnya adanya delineasi dan reevaluai kesesuaian dan dampak lingkungan secara empiris dan komprehensif (dinamika GRK, biologi, aspek sosial ekonomi) melalui sistem pengelolaan perkebunan pada lahan gambut berkelanjutan.

Upaya mitigasi lebih difokuskan pada sub sektor perkebunan, terutama melalui pengendalian pembakaran lahan, pengelolaan lahan gambut berkelanjutan dan lain-lain. Upaya adaptasi lebih difokuskan pada sektor tanaman pangan sub sektor yang paling rentan. Untuk sektor peternakan, teknologi mitigasi yang digunakan yaitu melalui pakan suplemen, perbaikan teknik pemberian pakan, pengelolaan kotoran, pemuliaan ternak dan pengelolaan pakan.
Untuk tanaman pangan teknologi adaptif yang dibutuhkan untuk mengurangi emisi GRK dan menghadapi efek pemanasan global yaitu (1) varietas unggul yang beremisi rendah, tahan kekeringan, tahan genangan, berumur genjah (ultra genjah), toleran salinitas, dll. (2) inovasi tekologi pengelolaan lahan dan air berupa pengolahan tanah, sistem irigasi intermitten, teknologi pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, teknologi pengomposan, dll. (3) inovasi sistem usahatani adaptif seperti PTT, SRI, SITT/SIPT, ekofarming, IP 200-400, dll., dan (4) teknologi “Zero waste” yaitu pemanfaatan limbah (organik) pertanian melalui pembuatan biogas, pengolahan limbah perkebunan, dll.

Adapun inovasi teknologi varietas unggul adaptif yang tersedia untuk menghadapi keadaan di atas yaitu:
  • VUA padi rendah emisi GRK: Ciherang, Cisantana, Tukad Balian, Way apoburu.
  • VUA padi toleran salinitas: way Apoburu, Margasari, Lambur, GH-TS-1, GH-TS-2.
  • VUA padi tahan kering: Dodokan, Silungonggo, Towuti, Gajah Mungkur, Johnkok, Kalimutu, Jatiluhur, IR234-27, Inpari10, IR76510-24-dst, BP1550-1G-dst, IR77298-14-dst, OM5240, OM4495, Situ BAgendit, Situ Patenggang, S-3382, BP-23.
  • VUA padi umur genjah: Silungonggo, Dodokan, Inpari-10, Situ Bagendit, Mekongga, IR76510-24-dst, BP1550-1G-dst, OM5, OM8, OM6, dll.
  • VUA padi tahan rendaman/genangan: GH-TR-1, IR-69502-dst, IR7018-dst, IR70213-dst, IR70215-dst, Inpara3
  • VUA palawija tahan kering
Kedelai: Argomulyo, Burangrang, GH-SHR/Wil-60, GH983/W-D-5-211
Kacang tanah: Singa, Jerapah
Kacang hijau: Kutilang, GH-157D-KP-1
Jagung: Bima, Lamuru, Sukmaraga, Anoman

Pemanasan global merupakan salah satu ancaman serius terhadap keberlanjutan sistem produksi pertanian dan ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu diperlukan komitmen semua pihak untuk melakukan mitigasi dalam upaya mengurangi laju melalui penurunan emisi GRK. Berbagai inovasi teknologi diperlukan untuk mitigasi perubhan iklim dana daptasi untuk mengurangi dampaknya. Sebagian dari teknologi tersebut sudah tersedia tetapi perlu sosialisasi dan dukungan berbagai pihak dalam pelaksanaannya.

Referensi:
  • Bastaman, H. Revitalisasi Pembangunan Lingkungan Pertanian Menghadapi Global Warming. Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat. Kementrian Negara Lingkungan Hidup.
  • Radjagukguk, R. Pertanian Berkelanjutan dan Pemanasan Global. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada
  • Las, I dan Surmaini, E. Perlunya Pengembangan Teknologi Pertanian untuk MEnekan Pemanasan Global. Badan Litbang pertanian. Kementrian Pertanian.
Sumber referensi berasal dari materi Seminar Nasional Revitalisasi Pembangunan Lingkungan Pertanian Menghadapi Global Warming Tanggal 11 Maret 2010 di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru

Leave a Reply