• Maneiz yachhh...

    Selly Bersih sekali

  • Aliquam vel dolor vitae dui tempor sollicitudin

    Proin ac leo eget nibh interdum egestas? Aliquam vel dolor vitae dui tempor sollicitudin! Integer sollicitudin, justo non posuere condimentum, mauris libero imperdiet urna, a porttitor metus lorem ac arcu. Curabitur sem nulla, rutrum ut elementum at, malesuada quis nisl. Suspendisse potenti. In rhoncus ipsum convallis mauris adipiscing aliquam. Etiam quis dolor sed orci vestibulum venenatis auctor non ligula. Nulla ...

  • Nam ullamcorper iaculis erat eget suscipit.

    Etiam ultrices felis sed ante tincidunt pharetra. Morbi sit amet orci at lorem tincidunt viverra. Donec varius posuere leo et iaculis. Pellentesque ultricies, ante at dignissim rutrum, nisi enim tempor leo, id iaculis sapien risus quis neque. Ut sed mauris sit amet eros tincidunt adipiscing eu vitae lectus. Class aptent taciti sociosqu ad litora torquent per conubia nostra, per inceptos ...

Twitter

Archive for November 2011

Perubahan iklim global yang terjadi dewasa ini membuat negara-negara di belahan dunia ini termasuk Indonesia rentan terhadap bencana. Demikian dikatakan pengamat lingkungan di Papua, Yunus Paelo, di Jayapura.

Yunus yang juga seorang pengajar di Stiper Jayapura, menjelaskan, kemungkinan pemanasan global itu akan menimbulkan kekeringan, kelaparan, dan curah hujan ekstrem yang pada gilirannya akan menimbulkan risiko bencana.
Ia mengungkapkan, selama periode 2003-2005 di Indonesia telah terjadi 1.429 bencana. Sekitar 53,3 persen adalah bencana terkait dengan hidro-meteorologi, yakni banjir.

Banjir adalah bencana yang sering terjadi atau sebanyak 34 persen dan diikuti bencana longsor 16 persen.

"Pemanasan global ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi, sebagai akibat peristiwa efek rumah kaca, yaitu terperangkapnya radiasi matahari yang seharusnya dipancarkan kembali ke angkasa luar, tetapi tertahan ol
eh lapisan akumulasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer," ungkap Yunus.

Ditambahkannya, tindakan aktif yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perubahan iklim dan mengurangi dampak pemanasan global yakni dengan dilakukannya upaya penurunan emisi GRK.

"Juga telah dilakukan berbagai kebijakan seperti di bidang kehutanan dengan rehabilitasi hutan dan lahan, serta konservasi, penanggulangan illegal loging, restrukturisasi sektor kehutanan, pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, penanggulangan dan pencegahan kebakaran hutan, reboisasi sekitar daerah resapan air, dan sebagainya," tukas Yunus.

   Apa itu Pemanasan Global ( Global Warming )?
Mungkin anda pernah membayangkan berada di dalam mobil yang tertutup rapat pada siang hari. Sinar matahari dengan leluasa dapat memasuki ruangan mobil melalui kaca mobil, sehingga menyebabkan udara di dalam mobil menjadi lebih panas.  Udara di dalam mobil menghangat, karena panas sinar matahari yang masuk tidak dapat leluasa keluar. Sehingga panas tersebut terperangkap di dalam mobil.
Demikian halnya dengan pemanasan global. Matahari memancarkan radiasinya ke bumi menembus lapisan atmosfer bumi.  Radiasi tersebut akan dipantulkan kembali ke angkasa, namun sebagian gelombang tersebut diserap oleh gas rumah kaca, yaitu CO2, CH4, N2O, HFCs dan SF4 yang berada di atmosfer. Sebagai akibatnya gelombang tersebut terperangkap di dalam atmosfer bumi. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang, sehingga menyebabkan suhu rata-rata di permukaan bumi meningkat.  Peristiwa inilah yang sering disebut dengan pemanasan global.
Apakah Penyebab Pemanasan Global?
Pemanasan global merupakan fenomena global yang disebabkan oleh aktivitas manusia di seluruh dunia, pertambahan populasi penduduk, serta pertumbuhan teknologi dan industri. Oleh karena itu peristiwa ini berdampak global. Beberapa aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya pemanasan global terdiri dari:
Konsumsi energi bahan bakar fosil.  Sektor industri merupakan penyumbang emisi karbon terbesar, sedangkan sektor transportasi menempati posisi kedua. Menurut Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (2003), konsumsi energi bahan bakar fosil memakan sebanyak 70% dari total konsumsi energi, sedangkan listrik menempati posisi kedua dengan memakan 10% dari total konsumsi energi. Dari sektor ini, Indonesia mengemisikan gas rumah kaca sebesar 24,84% dari total emisi gas rumah kaca.
Indonesia termasuk negara pengkonsumsi energi terbesar di Asia setelah Cina, Jepang, India dan Korea Selatan. Konsumsi energi yang besar ini diperoleh karena banyaknya penduduk yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya, walaupun dalam perhitungan penggunaan energi per orang di negara berkembang, tidak sebesar penggunaan energi per orang di negara maju. Menurut Prof. Emil Salim, USA mengemisikan 20 ton CO2/orang per tahun dengan jumlah penduduk 1,1 milyar penduduk, Cina mengemisikan  3 ton CO2/orang per tahun dengan jumlah 1,3 milyar penduduk, sementara India mengemisikan 1,2 ton CO2/orang dengan jumlah 1 milyar penduduk.
Dengan demikian, banyaknya gas rumah kaca yang dibuang ke atmosfer dari sektor ini berkaitan dengan gaya hidup dan jumlah penduduk. USA merupakan negara dengan penduduk yang mempunyai gaya hidup sangat boros, dalam mengkonsumsi energi yang berasal dari bahan bakar fosil, berbeda dengan negara berkembang yang mengemisikan sejumlah gas rumah kaca, karena akumulasi banyaknya penduduk.
Sampah. Sampah menghasilkan gas metana (CH4). Diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metana. Sampah merupakan masalah besar yang dihadapi kota-kota di Indonesia. Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun 1995 rata-rata orang di perkotaan di Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 0,8 kg/hari dan pada tahun 2000 terus meningkat menjadi 1 kg/hari. Dilain pihak jumlah penduduk terus meningkat sehingga, diperkirakan, pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan mencapai 500 juta kg/hari atau 190 ribu ton/tahun. Dengan jumlah ini maka sampah akan mengemisikan gas metana sebesar 9500 ton/tahun. Dengan demikian, sampah di perkotaan merupakan sektor yang sangat potensial, mempercepat proses terjadinya pemanasan global.
Kerusakan hutan. Salah satu fungsi tumbuhan yaitu menyerap karbondioksida (CO2), yang merupakan salah satu dari gas rumah kaca, dan mengubahnya menjadi oksigen (O2).  Saat ini di Indonesia diketahui telah terjadi kerusakan hutan yang cukup parah.  Laju kerusakan hutan di Indonesia, menurut data dari Forest Watch Indonesia (2001), sekitar 2,2 juta/tahun. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan, antara lain perubahan hutan menjadi perkebunan dengan tanaman tunggal secara besar-besaran, misalnya perkebunan kelapa sawit, serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dengan kerusakan seperti tersebut diatas, tentu saja proses penyerapan karbondioksida tidak dapat optimal.  Hal ini akan mempercepat terjadinya pemanasan global.
Menurut data dari Yayasan Pelangi, pada tahun 1990, emisi gas CO2 yang dilepaskan oleh sektor kehutanan, termasuk perubahan tata guna lahan, mencapai 64 %  dari total emisi CO2 Indonesia yang mencapai 748,61 kiloTon. Pada tahun 1994 terjadi peningkatan emisi karbon menjadi 74%.
Pertanian dan peternakan.  Sektor ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca melalui sawah-sawah yang tergenang yang menghasilkan gas metana, pemanfaatan pupuk serta praktek pertanian, pembakaran sisa-sisa tanaman, dan pembusukan sisa-sisa pertanian, serta pembusukan kotoran ternak. Dari sektor ini gas rumah kaca yang dihasilkan yaitu gas metana (CH4) dan gas dinitro oksida (N20).  Di Indonesia, sektor pertanian dan peternakan menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 8.05 % dari total gas rumah kaca yang diemisikan ke atmosfer.
Dampak Pemanasan Global
Sebagai sebuah fenomena global, dampak pemanasan global dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia, termasuk Indonesia. Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan, menempatkan Indonesia dalam kondisi yang rentan menghadapi terjadinya pemanasan global. Sebagai akibat terjadinya pemanasan global, Indonesia akan menghadapi peristiwa :
Pertama, Kenaikan temperatur global, menyebabkan mencairnya es di kutub utara dan selatan, sehingga mengakibatkan terjadinya pemuaian massa air laut, dan kenaikan permukaan air laut.  Hal ini akan menurunkan produksi tambak ikan dan udang, serta terjadinya pemutihan terumbu karang (coral bleaching), dan punahnya berbagai jenis ikan. Selain itu, naiknya permukaan air laut akan mengakibatkan pulau-pulau kecil dan daerah landai di Indonesia akan hilang.  Ancaman lain yang dihadapi masyarakat yaitu memburuknya kualitas air tanah, sebagai akibat dari masuknya atau merembesnya air laut, serta infrastruktur perkotaan yang mengalami kerusakan, sebagai akibat tergenang oleh air laut.
Kedua, Pergeseran musim sebagai akibat dari adanya perubahan pola curah hujan.  Perubahan iklim mengakibatkan intensitas hujan yang tinggi pada periode yang singkat serta musim kemarau yang panjang. Di beberapa tempat terjadi peningkatan curah hujan sehingga meningkatkan peluang terjadinya banjir dan tanah longsor, sementara di tempat lain terjadi penurunan curah hujan yang berpotensi menimbulkan kekeringan. Sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) akan terjadi perbedaan tingkat air pasang dan surut yang makin tajam.  Hal ini mengakibatkan meningkatnya kekerapan terjadinya banjir atau kekeringan.  Kondisi ini akan semakin parah apabila daya tampung badan sungai atau waduk tidak terpelihara akibat erosi.
Kedua peristiwa tersebut akan menimbulkan dampak pada beberapa sektor, yaitu :
Kehutanan.  Terjadinya pergantian beberapa spesies flora dan fauna. Kenaikan suhu akan menjadi faktor penyeleksi alam, dimana spesies yang mampu beradaptasi akan bertahan dan, bahkan kemungkinan akan berkembang biak dengan pesat. Sedangkan spesies yang tidak mampu beradaptasi, akan mengalami kepunahan. Adanya kebakaran hutan yang terjadi merupakan akibat dari peningkatan suhu di sekitar hutan, sehingga menyebabkan rumput-rumput dan ranting yang mengering mudah terbakar. Selain itu, kebakaran hutan menyebabkan punahnya berbagai keanekaragaman hayati.
Perikanan. Peningkatan suhu air laut mengakibatkan terjadinya pemutihan terumbu karang, dan selanjutnya matinya terumbu karang, sebagai habitat bagi berbagai jenis ikan. Suhu air laut yang meningkat juga memicu terjadinya migrasi ikan yang sensitif terhadap perubahan suhu secara besar-besaran menuju ke daerah yang lebih dingin.  Peristiwa matinya terumbu karang dan migrasi ikan, secara ekonomis, merugikan nelayan karena menurunkan hasil tangkapan mereka.
Pertanian. Pada umumnya, semua bentuk sistem pertanian sensitif terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim berakibat pada pergeseran musim dan perubahan pola curah hujan. Hal tersebut berdampak pada pola pertanian, misalnya keterlambatan musim tanam atau panen, kegagalan penanaman, atau panen karena banjir, tanah longsor dan kekeringan. Sehingga akan terjadi penurunan produksi pangan di Indonesia. Singkatnya, perubahan iklim akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional.
Kesehatan.  Dampak pemanasan global pada sektor ini yaitu meningkatkan frekuensi penyakit tropis, misalnya penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (malaria dan demam berdarah), mewabahnya diare, penyakit kencing tikus atau leptospirasis dan penyakit kulit.  Kenaikan suhu udara akan menyebabkan masa inkubasi nyamuk semakin pendek sehingga nyamuk makin cepat untuk berkembangbiak. Bencana banjir yang melanda akan menyebabkan terkontaminasinya persediaan air bersih sehingga menimbulkan wabah penyakit diare dan penyakit leptospirosis pada masa pasca banjir. Sementara itu, kemarau panjang akan mengakibatkan krisis air bersih sehingga berdampak timbulnya penyakit diare dan penyakit kulit.  Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) juga menjadi ancaman seiring dengan terjadinya kebakaran hutan.
Selain dampak diatas, tercatat beberapa kejadian luar biasa yang mengindikasikan terjadinya pemanasan global, yaitu :
  1. Tahun 2005 merupakan tahun terpanas.  NASA melaporkan bahwa temperatur rata-rata global telah meningkat 0,060 C.
  2. Pencairan Artik terbesar terjadi di tahun 2005.  Hasil foto salah satu satelit   menunjukkan area yang tertutup es permanen merupakan area tersempit pada akhir musim panas tahun 2005.
  3. Tahun 2005 merupakan tahun dengan air di Karibia terpanas, lebih lama dari yang pernah terjadi dan menyebabkan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) besar-besaran di sepanjang wilayah mulai dari Karibia hingga Florida Keys, Amerika Serikat.
  4. Tahun 2005 tercatat sebagai tahun dengan nama badai terbanyak.  Terdapat 26 nama badai yang melampaui daftar nama resmi. Pada tahun ini juga terdapat sekitar 14 badai, yang disebut sebagai badai hebat (hurricane), karena memiliki kecepatan angin melebihi 119 km/jam.  Rekor tahun sebelumnya hanya 12 badai dalam setahun.  Tahun 2005 juga merupakan tahun dengan kategori 5 badai terbanyak dengan kecepatan angin 249 km/jam. Tahun 2005 merupakan tahun yang mengalami kerugian termahal akibat badai.
  5. Tahun 2005 merupakan tahun terkering yang pernah terjadi sejak beberapa dekade lalu di Amazon, Amerika Selatan. Dan Amerika bagian barat menderita akibat kekeringan yang panjang.

Masalah Ketahanan Pangan dan Ancaman Pemanasan Global (Global Warming) Part 1 PDF Cetak E-mail
Ditulis oleh Dr. Eko Budi Minarno   
Selasa, 01 November 2011 14:58
Masalah Ketahanan Pangan dan Ancaman  Pemanasan Global (Global Warming)  Part 1
Oleh:
Eko Budi Minarno
Jurusan Biologi Fakultas Saintek UIN Malang


Pengertian Ketahanan Pangan
Ketahanan Pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan merupakan hal yang penting dan strategis, karena berdasarkan pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat melaksanakan pembangunan secara mantap sebelum mampu mewujudkan ketahanan pangan terlebih dahulu. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar dan tingkat pertumbuhannya yang tinggi, maka upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan merupakan tantangan yang harus mendapatkan prioritas untuk kesejahteraan bangsa.

Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7 tahun 1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu:
  1. kecukupan ketersediaan pangan;
  2. stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun.
  3. aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta
  4. kualitas/keamanan pangan

Ketahanan Pangan, Hak Asasi Manusia dan Ketahanan Nasional
Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak asasi manusia. Ketahanan pangan juga merupakan bagian sangat penting dari ketahanan nasional.  Dalam hal ini hak atas pangan seharusnya mendapat perhatian yang sama besar dengan usaha menegakkan pilar-pilar hak asasi manusia lain.  Kelaparan dan kekurangan pangan merupakan bentuk terburuk dari kemiskinan yang dihadapi rakyat, dimana kelaparan itu sendiri merupakan suatu proses sebab-akibat dari kemiskinan.
Oleh sebab itu usaha pengembangan ketahanan pangan tidak dapat dipisahkan dari usaha penanggulangan masalah kemiskinan. Di lain pihak masalah pangan yang dikaitkan dengan kemiskinan telah pula menjadi perhatian dunia, dan Indonesia memiliki tanggung jawab untuk turut serta secara aktif memberikan kontribusi terhadap usaha menghapuskan kelaparan di dunia.
Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun.  Dalam hal inilah, petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan : petani adalah produsen pangan, namun ironisnya petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli pangan. Dapat dikatakan petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri.
Terkait hal di atas, usulan pengembangan ketahanan pangan dapat dilakukan antara lain dalam (1) komitmen dan kerjasama yang kuat antara pemerintah, legislatif, swasta dan masyarakat (LSM dan Perguruan Tinggi); (2) mencegah dan mengurangi laju konversi lahan produktif; dan (3) memanfaatkan dengan lebih optimal berbagai bentuk sumberdaya lahan (lahan kering, lahan rawa, lahan pasang surut) untuk kepentingan pemantapan produksi pangan dan peningkatan pendapatan petani. Tentunya masih ada usulan yang lain.

Ketahanan Pangan “Nyawa” Suatu Bangsa
Meningkatnya harga bahan pangan pokok menjadi topik utama pemberitaan media massa. Juga berita sawah kekeringan yang berarti menghadapi kerawanan pangan. Hal ini membuktikan bahwa ketahanan pangan bangsa tetap menjadi perhatian masyarakat luas. Ketahanan pangan rumah tangga merupakan salah satu aspek pembangunan nasional yang tidak boleh diabaikan pemerintah. Apabila negara tidak mampu menyediakan pangan yang cukup bagi rakyatnya, maka akan timbul keresahan sosial yang pada akhirnya dapat mengganggu kestabilan ekonomi dan politik.
Sejalan dengan hal itu, David Nelson mengatakan bahwa shortage of food can lead to a civil war (kekurangan pangan dapat menimbulkan perang saudara). Sebagai bukti pada jaman Presiden Sukarno pada tahun 1952 terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan kebutuhan beras Indonesia. Pada saat itu, dengan jumlah penduduk sebanyak 75 juta dan konsumsi beras per kapita per tahun sebesar 86 kg (setara dengan 1.712 kkal/hari), maka kebutuhan beras dalam negeri mencapai 6,45 juta ton, sementara produksi beras nasional hanya mencapai 5,5 juta ton, maka terjadi defisit sebesar 0,95 juta ton (15% dari kebutuhan).
Selanjutnya, Bung Karno memproyeksikan delapan tahun ke depan, yaitu tahun 1960. Dengan asumsi konsumsi beras per kapita tetap dan kemampuan memproduksi padi juga tetap, apabila penduduk bertambah delapan juta jiwa menjadi 83 juta tahun 1960, maka kebutuhan impor beras meningkat menjadi 2,2 juta ton (dengan tingkat konsumsi energi 1.712 kkal/hari). Apabila konsumsi energi yang ingin dipenuhi sesuai standar kecukupan (2.250 kkal/hari/orang), maka kebutuhan impor akan mencapai 6,3 juta ton, yang berarti 50 persen kebutuhan beras dipenuhi dari impor. Lantas, apabila kemampuan untuk memproduksi lemah dan devisa ataupun utang luar negeri untuk mengimpor tidak ada, maka rata-rata konsumsi energi per kapita akan menjadi 1.547 kkal/hari. Pada tingkat konsumsi energi seperti itu, orang tidak dapat hidup sehat, apalagi produktif. Kondisi tersebut menurut Bung Karno akan menyebabkan "rakyat kelaparan, kocar-kacir dan menyedihkan secara permanen kuadrat". Dalam kalimat yang sangat tegas Bung Karno menyatakan ".... bahwa kita sekarang ini
menghadapi hari kemudian yang amat ngeri, bahkan suatu todongan pistol 'mau hidup atau mau mati'...".
Kondisi ancaman "todongan pistol" tersebut ternyata sampai saat ini masih relevan untuk tetap diwaspadai. Walaupun dalam 50 tahun produksi padi dapat ditingkatkan 5,9 kali lipat, (dari 5,5 juta ton tahun 1952 menjadi 32,5 tahun 2002), tetapi dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi (dari 75 juta menjadi 212 juta jiwa) dan peningkatan konsumsi beras per kapita per tahun yang besar (dari 86 kg menjadi 142 kg), maka Indonesia masih harus mengimpor beras sekitar satu juta ton, suatu jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan total kebutuhan.
Sebagai perbandingan, satu juta ton beras impor tahun 2002 hanya sekitar tiga persen dari produksi domestik, sementara 50 tahun lalu jumlah itu setara dengan 15 persen. Fakta ini dapat dinilai sebagai prestasi dari para petani kita. Namun demikian, ancaman "todongan pistol" kerawanan pangan tersebut pada waktu yang akan datang masih tetap relevan apabila: (1) tingkat pertumbuhan penduduk tidak dapat diturunkan (saat ini 1,49 %/tahun), (2) kapasitas produksi pangan nasional tidak dapat dipelihara atau dipertahankan, antara lain karena konversi lahan yang tidak terkendali, dan (3) tingkat konsumsi beras/kapita tidak dapat diturunkan.
Upaya memantapkan ketahanan pangan untuk menghindari kondisi di bawah "todongan pistol mau hidup atau mati", secara umum ada dua kelompok besar upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat yakni: (1) peningkatan pasokan/produksi (melalui intensifikasi dan ekstensifikasi) dan penurunan permintaan (konsumsi) pangan, serta (2) diversifikasi pangan, baik dari sisi produksi maupun konsumsi.
Diversifikasi produksi dilakukan melalui (a) pengembangan pangan karbohidrat khas Nusantara spesifik lokasi seperti sukun, talas, garut, sagu, jagung dan lain-lain, (b) pengembangan produk (product development) melalui peran industri pengolahan untuk meningkatkan cita rasa dan citra produk pangan khas nusantara (image product) dan (c) peningkatan produksi dan ketersediaan sumber pangan protein (ikan, ternak).
Diversifikasi konsumsi pangan terkait dengan upaya mengubah selera dan kebiasaan makan. Karena itu, pokok kegiatan ini berupa peningkatan pengetahuan, sosialisasi, dan promosi mengenai pola pangan beragam, bergizi, berimbang. Pendekatan pengembangan diversifikasi konsumsi pangan jangan diidentikkan dengan kegiatan pengentasan kemiskinan, tetapi merupakan upaya perbaikan konsumsi gizi dan kesehatan. Dengan mengonsumsi pangan yang lebih beragam, bergizi, dan dengan kandungan nutrisi yang berimbang, maka kualitas kesehatan akan semakin baik. Hasil ikutannya adalah, konsumsi beras per kapita diharapkan menurun. Selain itu, barangkali yang perlu ditanamkan sejak dini adalah jangan buang-buang nasi, dalam arti kalau mengambil nasi untuk makan harus secukupnya, tidak boleh ada nasi yang disisakan. Butir nasi sisa dapat dikalkulasi untuk setiap kali makan, untuk sehari, seminggu, sebulan, setahun dan seterusnya sudah berapa ton nasi yang terbuang.

Pemanasan Global dan Tenggelamnya Surga Burung
Akibat pemanasan global yang mengakibatkan mencairnya es, ketinggian air laut diperkirakan akan naik 0.24 m per tahun. Maka bisa dipastikan 10-15 tahun mendatang “The Paradise of Birds” julukan bagi Suaka Margasatwa Pulau Rambut akan musnah.

Pada bulan Desember 2008 lalu di Bali, yang mendapat julukan “Paradise Island” sedang berlangsung perhelatan akbar tingkat dunia. Menunya tentu saja sudah lama menjadi bahan perdebatan “Pemanasan Global”. Ironisnya, beberapa puluh tahun lagi, tempat perhelatan akbar ini bakalan musnah sebagian akibat tergerus arus laut yang mencapi 0,24 m  tiap tahunnya. Maka bisa dipastikan, Pulau Bali akan terbagi menjadi beberpaa bagian karena meningkatnya ketinggian air laut. Beberapa daerah dataran rendah akan tetutup oleh laut, dan mungkin beberapa tahun lagi Pantai Kuta dan Sanur akan musnah
Egretta penghuni Pulau Rambut sedang menyuapi anaknya di atas pohon bakau
Ini yang terjadi pada Pulau Dewata, bagaimana dengan “The Paradise of Birds” atau surga bangsa aves? Pulau Burung atau Pulau Rambut di Utara Jakarta yang menjadi pertahanan dan surga terkahir bagi burung pun tampaknya setali tiga uang. Jika air pasang saja, bisa separuh dari total sekiar 43 hektar pulau ini yang terendam air asin. Dengan daratan tertinggi tidak mencapai 4 m dpl maka Anda bisa berhitung, berapa tahun lagi kiranya surga ini bakalan lenyap tertelan Laut Jawa.

Maka, puluhan spesies burung yang mendiami pulau ini sebagai benteng terakhir mungkin akan susah kita nikmati kecantikannya. Pulau ini sebagian besar dihuni oleh kowak malam, bebek laut, kuntul, elang bondol, gagak, pecuk ular, dan puluhan burung kicau serta biawak dan ular cincin emas. Puluhan burung migran pun sering juga berkunjung ke pulau ini untuk sekedar melepas lelah.

Umumnya para penghuni surga ini hanya menjadikan pulau rambut sebagai rumah. Mereka tetap terbang keluar meninggalkan sarangnya dan mencari makan ke Pulau Jawa, ke daerah persawahan. Sedangkan sebagian besar penghuni lainnya menangkap mangsanya di laut di sekitar kepulauan seribu.

Jika kita berkunjung ke Suaka Margasatwa ini, maka kita akan mendapati hutan bakau yang penuh dengan ribuan sarang burung. Teriakan bebek laut dan kowak serta aktivitas predator yang memangsa buruannya juga menjadi pemandangan yang menarik. Masyarakat aves ini hidup tenang tanpa gangguan di sebuah firdaus. Hanya saja sayang, mungkin beberapa tahun lagi mereka bakalan terbuang dari Firdaus, bukan karena dosa mereka, tapi dosa kita anak cucu Adam.

Apa yang bisa kita lakukan? Sekedar berbicara saja tidak cukup! Manfaatkan kamera Anda! Kamera bisa menjadi senjata, bahkan terkadang lebih ampuh dari meriam dan lebih kuat daripada 10.000 demonstrans. Abadikan kerusakan lingkungan di sekitar anda sebagai bentuk kritik sosial. Abadikan flora dan fauna langka endemik Indonesia dan bagikan kepada kerabat dan orang yang Anda cintai. Maka mereka tidak perlu mengambilnya lagidari alam.

Belajar membuang sampah dan memilah sampah sesuai golongannya merupakan langkah awal yangbaik untuk menyelamatkan bumi kita. Hemat bahan bakar kendaraan bermotor, mematikan peralatan bercatudaya listrik yang tidak terpakai, penghematan gas dan minyak tanah juga perbuatan yang layak kita lakukan buat bumi. Untuk mencegah kelanjutan pemanasan global. Selanjutnya, mendaur ulang barang-barang disekitar kita juga bisa kita lakukan untuk menghemat energi bumi.

Poros Bumi Berubah akibat Pemanasan Global

Penghangatan suhu air laut akibat pengaruh manusia dapat mengubah poros Bumi, naik 1,5 meter pada akhir abad ini, demikian menurut sebuah studi terbaru.
Bumi bergerak tidak seimbang hampir secara konstan. Perubahan di udara dan sirkulasi lautan mendorong kutub planet ini tidak seimbang secara temporer dengan berlalunya musim. Hanya menghilangnya glasier pada jaman es lampau yang memiliki efek menetap hingga kini. Paling tidak menurut pendapat ilmuwan, fenomena zaman itu menarik kutub mendekati Canada.
Dalam studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Geophysical Research Letters pekan ini, sebuah tim riset telah menemukan peningkatan tinggi permukaan air laut disebabkan penghangatan suhu ternyata juga berperan nyata dalam mendorong dan menarik kutub planet.
Ketika temperatur laut meningkat, air secara alami akan mengalir dan menyebar, mendorong laut semakin tinggi. Pakar konservasi memperkirakan efek ini mengambil garis pantai global hingga 3 milimeter pertahun hingga abad ini berkahir. Angka kumulatif bisa mencapai 30 sentimeter lebih.
"Ketika suhu hangat semakin masuk ke lautan dalam, proses itu akan mendorong air di atasnya," ujar salah satu peneliti, Felix Landerer dari Laboratorium Jet Propulsi di Pasadena, California, "Beberapa masa air pun dihantarkan ke ceruk benua bagian lebih atas.
Air tambahan yang naik ke bagian tersebut cukup berat dan cukup memiliki daya untuk menggeser perlahan sumbu rotasi planet sedikit mendekati Alaska.
"Ini merupakan hasil yang sepenuhnya tidak diharapkan," ujar ilmuwan lain dari Laboratorium Jet Propulsi, Richard Gross. Richard sendiri tak terlibat dalam studi tersebut, namun ia memiliki pendapat, "Pemikiran konvensional selama ini...perubahan permukaan air laut tidak akan mempengaruhi rotasi Bumi,"
Penemuan tim riset tersebut paling tidak menggambarkan betapa nyata peran aktivitas manusia mengintervensi Bumi. Meningkatkan gas rumah kaca tidak hanya meninggikan temperatur, namun juga mengubah orientasi seluruh planet.
Lapisan es meleleh bahkan akan memiliki efek lebih besar dalam rotasi Bumi. Terutama es Greenland yang kini seperti bongkahan kulit raksasa retak dan pecah tak terorganizir di puncak perputaran Bumi. Ketika es meleleh, akan mengalir ke laut untuk mendistribusikan berat.
Memang, air meleleh dari Greenland hanya meningkatkan permukaan laut sekitar 0,2 milimeter setiap tahun, namun ia juga memindah kutub dengan angka yang sama setiap tahun.
"Pencairan es di Greenland memiliki efek sepuluh kali lipat pada perpindahan kutub," ujar Felix. Ia menambahkan, efek perubahan kutub akan didominasi oleh Greenland, ketika lempeng besar es terus retak dan terpisah di kawasan itu di masa depan.

SUHU rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74±0.180C(1.33±0.30F) selama seratus tahun terakhir. Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan “sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia”. Kesimpulan dasar ini dikemukakan oleh 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola hujan. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Penyebab pemanasan global
1. Efek rumah kaca
Efek rumah kaca pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824,merupakan sebuah proses dimana atmosfer memanaskan sebuah planet.
Efek rumah kaca terjadi karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfir. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batubara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuh-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.
Energi yang masuk ke bumi 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer, 25% diserap awan, 45% diabsorbsi permukaan bumi, 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi. Energi yang diabsorbsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan bumi.
Namun sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu siang dan malam dibumi tidak terlalu jauh berbeda. Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida(SO2), nitrogen (NO) dan nitrogen dioksida(NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metan (CH4) dan khloro fluoro karbon (CFC).
2. Efek umpan balik
Efek-efek pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik, sebagai contoh
A. Penguapan air. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu keseimbangan konsentrasi uap air.
B. Pengaruh awan . Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan.
C. Hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperature global meningkat, es yang berada di kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama melelehnya es, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
3. Variasi matahari
Dampak Pemanasan Global
Menurut perkiraan, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu bumi rata-rata 1-50C.Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5 – 4,50C sekitar tahun 2030. Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan :
a. Cuaca
Para ilmuan memperkirakakan selama pemanasan global, daerah bagian utara dari belahan bumi utara ( Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah lain di bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil.
b. Pertanian
Orang mungkin beranggapan bahwa bumi yang akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini tidak sama di beberapa tempat. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack ( kumpulan salju ) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
c. Hewan dan tumbuhan
Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk berimigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan atau mungkin juga mengalami kepunahan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi hangat.
d. Kesehatan manusia
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian, kelaparan dan malnutrisi, penyakit yang berhubungan dengan bencana alam seperti,diare, malnutrisi, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Dari semua dampak pemanasan global,apakah yang dapat kita lakukan untuk mengurangi efek pemanasan global? Marilah kita lindungi bumi kita demi masa depan generasi penerus kita dimasa datang dengan cara mengurangi penyebab pemanasan global.(Saurma Erni Selvita Silaban,mahasiswa S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat USU)

Indonesia Berisiko Terkena Dampak Pemanasan Global
Indonesia menduduki peringkat ketiga paling berisiko terhadap perubahan iklim. Hal ini berdasarkan hasil analisis yang dibuat German Watch. Penetapan peringkat itu dilakukan dengan ukuran peristiwa bencana alam terkait perubahan iklim yang terjadi sepanjang tahun 2006.
Sven Harmeling dari German Watch, menjelaskan, Filipina (nilai indeks 4,0) berada di peringkat pertama dalam Indeks Risiko Perubahan Iklim (CRI), di susul Korea Selatan (5,75) pada peringkat kedua. Indonesia (5,75) di peringkat ketiga dengan total korban tewas tercatat 1.297 orang. Peringkat Indonesia itu naik dari tahun sebelumnya, yang berpatokan pada data peristiwa sepanjang tahun 2005, yaitu di peringkat ke-39.
Ada empat indikator untuk pengukuran itu, yakni total jumlah korban tewas, kematian per 100.000 penduduk, kehilangan absolut dalam kemampuan membeli dalam juta dollar AS, dan kehilangan per persentase GDP.
Dalam peta yang lebih besar, yaitu dengan berpatokan pada data sepanjang tahun 1997 sampai 2006, Indonesia tidak termasuk ke dalam daftar 10 besar negara paling berisiko terhadap perubahan iklim.
Sementara itu, hasil survei yang dilakukan Globescan bekerja sama dengan The World Conservation Union (IUCN), Bank Dunia, dan sejumlah organisasi lainnya, dengan responden para tokoh berpengaruh dan para pengambil keputusan dari 105 negara, diperoleh gambaran bahwa 87 persen dari responden yang berjumlah 1.000 orang memilih pentingnya kerangka kerja aksi terkait perubahan iklim adalah demi pembangunan berkelanjutan.
Secara terpisah, Menteri Lingkungan Hidup Jepang Ichiro Kamoshita mengatakan bahwa pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca seperti ditetapkan pada Protokol Kyoto adalah utang generasi saat ini kepada generasi-generasi mendatang.
Demikian dikatakan Ichiro Kamoshita berkaitan dengan perayaan ulang tahun ke-10 Protokol Kyoto di tengah berlangsungnya Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Nusa Dua.
"Sepuluh tahun Protokol Kyoto sangat bermakna. Di tengah ketidakpastian ilmu pengetahuan untuk meramal masa depan, pengurangan emisi karbon tetap harus dilakukan. Ini adalah utang antargenerasi," kata Ichiro.
Masih di Nusa Dua, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri pernyataan lintas agama dan perubahan iklim sebagai rangkaian kegiatan sampingan COP-13/UNFCCC di Bali. Menurut Presiden, seluruh agama yang diakui di Indonesia merasa punya alasan bersatu padu menempatkan perubahan iklim sebagai musuh bersama yang harus dicegah dan diatasi demi menjaga kelangsungan kehidupan. Hal senada disampaikan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.k(EF)

PEMANASAN GLOBAL
Sumber Pemanasan Global di Indonesia :
Indonesia juga menjadi kontributor pemanasan global karena penggundulan hutan, eksplorasi pertambangan dan lontaran emisi karbon dioksida. Kebakaran hutan misalnya, telah mengakibatkan negara-negara tetangga terkena dampaknya. Kehidupan masyarakat di Singapura dan Malaysia terganggu karena asap yang diimpor dari Indonesia.
Fakta-fakta Pemanasan Global di Indonesia :
  • Indonesia saat ini disinyalir terjadi pemanasan global yang mencapai 6,3 - 6,5 *C.
  • Pada 2050 diprediksi Indonesia akan mencapai pemanasan 2 *C sehingga sebagian pulau-pulau akan tenggelam karena kutub utara akan mencair. Diasumsikan jika kutub utara akan mencair, maka air laut akan mencapai tujuh meter, maka Jakarta akan habis atau tenggelam.
  • Penelitian dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menyebutkan, Pebruari 2007 merupakan periode dengan intensitas curah hujan tertinggi selama 30 tahun terakhir di Indonesia. Hal ini menandakan perubahan iklim yang disebutkan pemanasan global.
Emisi Karbon Dunia dari Bahan Bakar Fosil menurut Sektor :
          Sektor                                            Emisi (%)
  • Transportasi                                          20
  • Industri                                                    17
  • Pembangkit listrik                                  40
  • Rumah tangga dan perdagangan         14
  • Lainnya                                                     8
Penyebab Utama Kerusakan Hutan di Indonesia :
  • Penebangan hutan di Indonesia yang tak terkendali telah dimulai sejak akhir tahun 1960-an, yang dikenal dengan banjir-kap, dimana orang melakukan penebangan kayu secara manual.
  • Penebangan hutan skala besar dimulai pada tahun 1970 dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya ijin-ijin pengusahaan hutan tanaman industri di tahun 1900, yang melakukan tebang habis (land clearing).
  • Areal hutan juga dialihkan fungsinya menjadi kawasan perkebunan skala besar yang juga melakukan pembabatan hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan pengembangan perkotaan.
  • Di tahun 1999, setelah otonomi dimulai, pemerintah daerah membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha daerah dalam bentuk hak pengusahaan skala kecil.
  • Terjadi peningkatan aktivitas penebangan hutan tanpa ijin yang tak terkendali oleh kelompok masyarakat yang dibiayai pemodal (cukong).
Tahukah Anda ...???
Secara rata-rata, dalam daur hidupnya setiap pohon bisa mencukupi Oksigen (O2) untuk kebutuhan 18 (delapan belas) orang dan menyerap Karbondioksida (CO2) dari mobil yang berjalan sekitar 41.834 km. Pohon besar menyerap kira-kira sebesar 120 - 240 pounds partikel kecil atau gas polutan. Hanya tumbuhanlah yang menghasilkan Oksigen di Bumi ini (Jalal 2007).

Cuaca yang tidak menentu akibat terimbas dari adanya global warming (pemanasan global), turut berpengaruh terhadap musim panen padi, jagung, dan sejumlah komoditas lainnya. Dalam rangka hari pangan nasional yang akan datang pemerintah Indonesia menyiapkan sejumlah langkah guna mengantisipasi kerawanan pangan.

Sejumlah langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia di antaranya melalui penyediaan badan pusat informasi jagung di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Langkah tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk mengatasi ancaman kerawanan pangan.

Sesuai Undang-Undang nomor 7 Tahun 1996, tingkat ketersediaan pangan nasional untuk konsumsi diukur dalam satuan energi dan protein. Di mana pada tahun 2003, tingkat ketersediaan pangan nasional sebesar 3.076 kilo kalori per kapita per hari dan 76,54 gram protein per kapita per hari.

Angka tersbeut telah melebih standar kecukupan energi dan protein yang direkomendasikan widyakarya nasional pangan dan gizi. Meski demikian kecukupan tingkat nasional tersebut tidak menjamin kecukupan konsumsi di tingkat rumah tangga atau individu.(DNI)



Pemanasan global menjadi alasan terjadinya perubahan iklim yang disebabkan oleh produksi gas rumah kaca (GRK) yang notabenenya adalah ulah manusia. Emisi CO₂ Indonesia adalah 800 juta ton atau sepersepuluh emisi CO₂ Amerika Serikat, dan emisi yang berasal dari alih guna lahan adalah 600 juta ton. Dengan memasukkan emisi dari alih guna lahan, pada saat ini Indonesia merupakan negara pada urutan ketiga yang mengeluarkan emisi CO₂ terbanyak dengan jumlah sekitar tiga sampai empat giga ton.
Demikian disampaikan oleh Dr. Ir. Gunawan Budianto, MP Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam Seminar Nasional “Strategi Reduksi dan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Bidang Pertanian” di Kampus Terpadu UMY, Sabtu (29/10).
Gas rumah kaca (GRK) seperti yang diuraikan oleh Gunawan  disebabkan oleh akumulasi gas CO₂ yang berasal dari proses pemanfaatan energi dan industri secara siginifikan menyumbang pemanasan global. “Proses ini harus diimbangi dengan meningkatkan transpirasi efektif yang dapat dilakukan vegetasi” urainya.
Gunawan juga menjelaskan bahwa perubahan iklim adalah bersifat global, tidak terkecuali Indonesia juga dihadapkan oleh beberapa pilihan untuk bertindak. “pilihan tersebut terletak antara strategi reduksi dan atau adaptasi, sedangkan proses mitigasi terhadap dampak perubahan iklim lebih banyak didekati dari sudut kebencanaan” jelasnya.
Untuk itu dalam penuturanya Gunawan menyarankan untuk dapat mengaplikasikan strategi-strategi tersebut. “Strategi reduksi yang dapat dilakukan bidang pertanian dalam mengurangi laju pemanasan global dan perubahan iklim sebenarnya dapat dimaulai dari adanya kenyataan bahwa kegiatan pertanian merupakan salah satu penyumbang lepasnya GRK ke atmosfer. Sedangkan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim yang dilakukan dalam bidang pertanian dapat mengubah kultur teknis bertani yang selama ini telah berjalan ” urainya.
Sementara dikesempatan yang sama Dekan Fakultas Pertanian Ir. Sarjiyah mengungkapkan kegiatan seminar nasional ini diikuti oleh berbagai peserta yakni para akademisi dan praktisi di bidang pertanian. “Seminar ini bukan hanya diikuti oleh akademisi dari Jogja saja melainkan dari luar Jogja seperti Jawa Timur, Jawa Tengah yang berjumlah sekitar tujuh puluh peserta yang konsen terhadap perubahan iklim dan bidang pertanian” ungkapnya.
Ia berharap hasil dari seminar nasional ini mampu memberikan kontribusi yang positif bagi bidang pertanian di Indonesia. “kami sangat berharap melalui forum ini hasilnya dapat memberikan masukan dan kontribusi positif bagi Kementerian Lingkungan Hidup untuk memperhatikan bidang pertanian di Indonesia” harapnya.

Pengantar
Buku kecil ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang gamblang mengenai Perubahan
Iklim dan Pemanasan Global; juga dimaksudkan untuk menyampaikan masalah tersebut kepada
anda baik di tingkat lokal, regional maupun nasional. Diharapkan bahwa buku kecil ini membantu
anda untuk memahami dengan lebih baik kompklexitas permasalahan tersebut dan perlunya
tindakan nyata untuk menyelamatkan planet kita ini.
Kami menyertakan juga sejumlah sumber dari Kitab Suci dan Teologi untuk digunakan dalam
kelompok kerja dan komunitas serta sejumlah sumber lain demi pendidikan dan pembinaan
lanjutan anda sendiri. Buku kecil ini bukanlah suatu jawaban tuntas atas seluruh permasalahan
Perubahan Iklim dan Pemanasan Global, tetapi baiklah menggunakannya untuk mengetahui ke
mana anda mencari informasi agar selangkah demi selangkah maju untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
Buku kecil ini akan berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
Apa itu pemanasan global dan perubahan iklim?
Apa saja penyebab dari pemanasan global:
• Apa akibatnya bagi keadilan sosial?
• Apa dampaknya?
Mengapa kaum religius harus memperhatikannya dan terlibat?
Apa yang dikatakan iman kita berkaitan dengan lingkungan hidup?
Apa yang dapat kita kerjakan sekarang?
Apa itu perubahan iklim dan pemanasan global?
Komposisi kimiawi dari atmosfer sedang mengalami perubahan sejalan dengan penambahan gas
rumah kaca – terutama karbon dioksida, metan dan asam nitrat. Kasiat menyaring panas dari gas
tersebut tidak berfungsi.

Bila alam sudah murka terhadap manusia maka bersiap-siaplah menuai berbagai bencana. Dalam berbagai lini kehidupan manusia dapat kita rasakan secara nyata sekarang ini dampak yang ditimbulkan oleh terjadinya Pemanasan Global akibat Efek Rumah Kaca yang pada akhirnya menyebabkan perubahan iklim secara global. Fenomena ini, yang dipopulerkan oleh kaum intelektual dan pers, sebetulnya sudah menunjukkan gejalanya semenjak menginjak era millennium. Momentum awalnya mungkin dapat kita saksikan pada beberapa dekade sebelumnya pada saat revolusi industri sedang gencar-gencarnya seraya dengan makin cepatnya tingkat perkembangan ilmu pengetahuan saat itu. Sungguh sangat disayangkan dan disesalkan bila kemapanan dalam bidang sains justru merusak bumi yang menjadi pijakan manusia selama ini dan bukannya makin menjaga kelestariannya. Bukankah bumi ini diwariskan kepada kita untuk menjaga dan melestarikannya, bukan malah mengeksplotasinya seenak hati tanpa memikirkan dampak negatif yang akan terjadi. Lantas, bagaimana sikap kita dalam mengatasi konflik global yang berkepanjangan ini ? Seberapa besar ancaman yang kita hadapi baik untuk saat ini maupun nantinya?

Pemanasan global (global warming) sebagai bentuk ketidakseimbangan ekosistem bumi merupakan kondisi meningkatnya suhu rata-rata global permukaan bumi yang terjadi akibat meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (karbondioksida, metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, sulfur heksafluorida) di atmosfer. Emisi ini dihasilkan terutama dari pembakaran bahan-bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta penggundulan dan pembakaran hutan. Efek Rumah Kaca sebagai suatu bentuk sistem ekosistem di bumi justru sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup di bumi. Tanpanya bumi akan menjadi lebih dingin. Akan tetapi, sistem tersebut akan bersifat merusak jika berlebihan dalam artian Efek Rumah Kaca telah menghasilkan sejumlah panas yang berlebih dibandingkan dengan kondisi normalnya.

Pemanasan global memicu terjadinya sejumlah konsekuensi yang merugikan baik terhadap lingkungan maupun setiap bidang kehidupan manusia. Beberapa di antaranya adalah :
• Naiknya permukaan air laut global disebabkan oleh mencairnya es di kutub utara dan selatan. Hal ini dapat mengakibatkan sejumlah pulau-pulau kecil tenggelam dan mengancam kehidupan sosal-ekonomi masyarakat pesisir.
• Meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim.
• Punahnya berbagai jenis fauna.
• Migrasi sejumlah hewan untuk menemukan habitat baru yang sesuai.
• Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir.
• Ketinggian gunung-gunung tinggi berkurang akibat mencairnya es pada puncaknya.
• Terjadinya perubahan arus laut .
• Meluasnya berbagai penyakit tropis ke daerah-daerah baru.

Pergeseran iklim yang terjadi di Indonesia, seharusnya bulan September sudah memasuki musim penghujan bergeser ke bulan November, merupakan salah satu bukti makin seriusnya dampak yang disebabkan oleh pemanasan global. Belum lagi kenaikan permukaan laut Indonesia sebesar 0,8 cm per tahun merupakan ancaman bagi pulau-pulau kecil di nusantara. Telah diberitakan pula bahwa sebuah danau di Cile tiba-tiba hilang akibat melelehnya dinding es yang menjadi pembendung danau. Para pakar menyatakan setelah melakukan inspeksi bahwa hal ini disebabkan oleh pemanasan global. Kasus-kasus di atas hanyalah sebagian kecil dari sejumlah kasus yang ada. Pada intinya, pemanasan global memberikan nuansa baru yang mengerikan bagi kehidupan manusia di masa sekarang terlebih lagi untuk jangka waktu ke depannya bila tidak segera diatasi sedini mungkin. Oleh karena itu, walaupun boleh dikata sudah terlambat, sepatutnya kita membuat langkah-langkah strategis dalam mengatasi persoalan ini.

Protokol Kyoto
Menanggapi fenomena yang terjadi sebagian besar negara di dunia sepakat untuk mengambil langkah-langkah serius dalam menstabilkan emisi Gas Rumah Kaca, terutama karbondioksida. Sebagai langkah awal disusunlah Framework Convention on Climate Change pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil, yang ditandatangani oleh 167 negara. Kerangka konvensi bertujuan agar negara-negara industri mengurangi emisi karbondioksida mereka. Walaupun hasil akhirnya hanya sedikit yang memenuhi target. Berselang 5 tahun kemudian tepatnya pada bulan Desember 1997 sebanyak 160 negara mengadakan pertemuan untuk merumuskan perjanjian yang lebih mengikat secara internasional sebagai tindak lanjut dari beberapa kesepakatan sebelumnya. Perjanjian tersebut dikenal dengan nama Protokol Kyoto, dinamakan demikian karena perjanjian ini dibentuk di Kyoto, Jepang. Jangka waktu penandatanganan persetujuan tersebut adalah satu tahun yang dimulai pada tanggal 16 Maret 1998 hingga 15 Maret 1999.

Protokol ini mengharuskan negara-negara industri untuk menurunkan emisinya sebesar 5,2 persen di bawah tingkat emisi tahun 1990 dengan target waktu hingga 2012 dan baru memperoleh kekuatan hukumnya secara internasional pada tanggal 16 Februari 2005. Hingga 23 Oktober 2007 sudah 179 negara yang meratifikasi Protokol Kyoto tersebut. Kemudian pada tanggal 3-14 Desember 2007 di Bali diselenggarakanlah Konvensi Tingkat Tinggi yang digelar oleh UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) dan dihadiri hampir 10 ribu orang dari 185 negara. Melalui pertemuan tersebut diharapkan dapat mengevaluasi hasil kinerja dari Protokol Kyoto yang dibuat sebagai bukti komitmen negara-negara sedunia dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca demi menanggulangi permasalahan Pemanasan Global yang terjadi saat ini.


10 Gejala Pemanasan Global

Lapisan Es yang Kian Menipis
Lapisan Es yang Kian Menipis
Ada yang bilang pemanasan global itu hanya khayalan parapecinta lingkungan. Ada yang bilang itu sudah takdir. Ilmuwan juga masih pro dan kontra soal itu. Yang pasti, fenomena alam itu bisa dirasakan dalam 10 kejadian berikut ini. Dan yang pasti ini bukan imajinasi belaka, sebab kita sudah mengalaminya.

  • Kebakaran hutan besar-besaran
Bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di Amerika Serikat juga ikut terbakar ludes. Dalam beberapa dekade ini, kebakaran hutan meluluhlantakan lebih banyak area dalam tempo yang lebih lama juga. Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang kian panas dan salju yang meleleh lebih cepat. Musim semi datang lebih awal sehingga salju meleleh lebih awal juga. Area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar.
  • Situs purbakala cepat rusak
Akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs bersejarah, candi dan artefak lain lebih cepat rusak dibandingkan beberapa waktu silam. banjir, suhu yang ekstrim dan pasang laut menyebabkan itu semua. Situs bersejarah berusia 600 tahun di Thailand, Sukhotai, sudah rusak akibat banjir besar belum lama ini.
  • Ketinggian gunung berkurang
Tanpa disadari banyak orang, pegunungan Alpen mengalami penyusutan ketinggian. Ini diakibatkan melelehnya es di puncaknya. Selama ratusan tahun, bobot lapisan es telah mendorong permukaan bumi akibat tekanannya. Saat lapisan es meleleh, bobot ini terangkat dan permukaan perlahan terangkat kembali.
  • Satelit bergerak lebih cepat
Emisi karbon dioksida membuat planet lebih cepat panas, bahkan berimbas ke ruang angkasa. Udara di bagian terluat atmosfer sangat tipis, tapi dengan jumah karbondioksida yang bertambah, maka molekul di atmosfer bagian atas menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan energi, dan mendinginkan udara sekitarnya. Makin banyak karbondioksida di atas sana, maka atmosfer menciptakan lebih banyak dorongan, dan satelit bergerak lebih cepat.
  • Hanya yang Terkuat yang Bertahan
Akibat musim yang kian tak menentu, maka hanya mahluk hidup yang kuatlah yang bisa bertahan hidup. Misalnya, tanaman berbunga lebih cepat tahun ini, maka migrasi sejumlah hewan lebih cepat terjadi. Mereka yang bergerak lambat akan kehilangan makanan, sementar mereka yang lebih tangkas, bisa bertahan hidup. Hal serupa berlaku bagi semua mahluk hidup termasuk manusia.
  • Pelelehan Besar-besaran
Bukan hanya temperatur planet yang memicu pelelehan gununges, tapi juga semua lapisan tanah yang selama ini membeku. Pelelehan ini memicu dasar tanah mengkerut tak menentu sehingga menimbulkan lubang-lubang dan merusak struktur seperti jalur kereta api, jalan raya, dan rumah-rumah. Imbas dari ketidakstabilan ini pada dataran tinggi seperti pegunungan bahkan bisa menyebabkan keruntuhan batuan.
  • Keganjilan di Daerah Kutub
Hilangnya 125 danau di Kutub Utara beberapa dekade silam memunculkan ide bahwa pemanasan global terjadi lebih “heboh” di daerah kutub.Riset di sekitar sumber airyang hilang tersebut memperlihatkan kemungkinan mencairnya bagian beku dasar bumi.
  • Mekarnya Tumbuhan di Kutub Utara
Saat pelelehan Kutub Utara memicu problem pada tanaman danhewan di dataran yang lebih rendah, tercipta pula situasi yang sama dengan saatmatahari terbenam pada biota Kutub Utara. Tanaman di situ yang dulu terperangkap dalam es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan menemukan terjadinya peningkatan pembentukan fotosintesis di sejumlah tanah sekitar dibanding dengan tanah di era purba.
  • Habitat Makhluk Hidup Pindah ke Dataran Lebih Tinggi
Sejak awal dekade 1900-an, manusia harus mendaki lebihtinggi demi menemukan tupai, berang-berang atau tikus hutan. Ilmuwan menemukan bahwa hewan-hewan ini telah pindah ke dataran lebih tinggi akibat pemanasan global. Perpindahan habitat ini mengancam habitat beruang kutub juga, sebab es tempat dimana mereka tinggal juga mencair.
  • Peningkatan Kasus Alergi
Sering mengalami serangan bersin-bersin dan gatal di matasaat musim semi, maka salahkanlah pemanasan global. Beberapa dekade terakhir kasus alergi dan asma di kalangan orang Amerika alami peningkatan. Pola hidupdan polusi dianggap pemicunya. Studi para ilmuwan memperlihatkan bahwa tingginya level karbondioksida dan temperatur belakangan inilah pemicunya. Kondisi tersebut juga membuat tanaman mekar lebih awal dan memproduksi lebih banyak serbuk sari.

Dampak Perubahan Iklim Pada Kehidupan
Pengantar
Buku kecil ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang gamblang mengenai Perubahan
Iklim dan Pemanasan Global; juga dimaksudkan untuk menyampaikan masalah tersebut kepada
anda baik di tingkat lokal, regional maupun nasional. Diharapkan bahwa buku kecil ini membantu
anda untuk memahami dengan lebih baik kompklexitas permasalahan tersebut dan perlunya
tindakan nyata untuk menyelamatkan planet kita ini.
Kami menyertakan juga sejumlah sumber dari Kitab Suci dan Teologi untuk digunakan dalam
kelompok kerja dan komunitas serta sejumlah sumber lain demi pendidikan dan pembinaan
lanjutan anda sendiri. Buku kecil ini bukanlah suatu jawaban tuntas atas seluruh permasalahan
Perubahan Iklim dan Pemanasan Global, tetapi baiklah menggunakannya untuk mengetahui ke
mana anda mencari informasi agar selangkah demi selangkah maju untuk mengatasi permasalahan

Sejak dikenalnya ilmu mengenai iklim, para ilmuwan telah mempelajari bahwa ternyata iklim di Bumi selalu berubah. Dari studi tentang jaman es di masa lalu menunjukkan bahwa iklim bisa berubah dengan sendirinya, dan berubah secara radikal. Apa penyebabnya? Meteor jatuh? Variasi panas Matahari? Gunung meletus yang menyebabkan awan asap? Perubahan arah angin akibat perubahan struktur muka Bumi dan arus laut? Atau karena komposisi udara yang berubah? Atau sebab yang lain?
Sampai baru pada abad 19, maka studi mengenai iklim mulai mengetahui tentang kandungan gas yang berada di atmosfer, disebut sebagai gas rumah kaca, yang bisa mempengaruhi iklim di Bumi. Apa itu gas rumah kaca?
Sebetulnya yang dikenal sebagai ‘gas rumah kaca’, adalah suatu efek, dimana molekul-molekul yang ada di atmosfer kita bersifat seperti memberi efek rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri, seharusnya merupakan efek yang alamiah untuk menjaga temperatur permukaaan Bumi berada pada temperatur normal, sekitar 30°C, atau kalau tidak, maka tentu saja tidak akan ada kehidupan di muka Bumi ini.
Pada sekitar tahun 1820, bapak Fourier menemukan bahwa atmosfer itu sangat bisa diterobos (permeable) oleh cahaya Matahari yang masuk ke permukaan Bumi, tetapi tidak semua cahaya yang dipancarkan ke permukaan Bumi itu bisa dipantulkan keluar, radiasi merah-infra yang seharusnya terpantul terjebak, dengan demikian maka atmosfer Bumi menjebak panas (prinsip rumah kaca).

Sejak dikenalnya ilmu mengenai iklim, para ilmuwan telah mempelajari bahwa ternyata iklim di Bumi selalu berubah. Dari studi tentang jaman es di masa lalu menunjukkan bahwa iklim bisa berubah dengan sendirinya, dan berubah secara radikal. Apa penyebabnya? Meteor jatuh? Variasi panas Matahari? Gunung meletus yang menyebabkan awan asap? Perubahan arah angin akibat perubahan struktur muka Bumi dan arus laut? Atau karena komposisi udara yang berubah? Atau sebab yang lain?

Sampai baru pada abad 19, maka studi mengenai iklim mulai mengetahui tentang kandungan gas yang berada di atmosfer, disebut sebagai gas rumah kaca, yang bisa mempengaruhi iklim di Bumi. Apa itu gas rumah kaca?
Sebetulnya yang dikenal sebagai ‘gas rumah kaca’, adalah suatu efek, dimana molekul-molekul yang ada di atmosfer kita bersifat seperti memberi efek rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri, seharusnya merupakan efek yang alamiah untuk menjaga temperatur permukaaan Bumi berada pada temperatur normal, sekitar 30°C, atau kalau tidak, maka tentu saja tidak akan ada kehidupan di muka Bumi ini.

Teman-teman tahu global warming? Sebagai mahasiswa Teknik Kimia, isu global warming pasti sudah berkali-kali Anda dengar. Entah dari media massa, teman, atau kuliah lingkungan tentunya. Bagaimanakah posisi Indonesia dalam isu global warming ini?
Global Warming Map
Anomali temperatur permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada temperatur rata-rata dari 1940 sampai 1980
Sebelum melangkah lebih jauh, teman-teman pasti sudah tau apa itu global warming kan? Secara kasar, global warming dapat didefinisikan sebagai peningkatan temperatur rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Nah, apa yang menyebabkan temperatur bumi meningkat? Salah satu penyebabnya ialah peningkatan efek rumah kaca yang terjadi di bumi.
Pada dasarnya, efek rumah kaca menyebabkan atmosfir bumi menjadi hangat dan membuat bumi dapat ditinggali oleh makhluk hidup. Tanpa efek rumah kaca, bumi akan menjadi planet yang amat dingin. Sayangnya, efek rumah kaca tersebut mengalami peningkatan beberapa dekade belakangan ini. Itulah inti permasalahan global warming yang sedang digembar-gemborkan akhir-akhir ini. Adapun contoh gas-gas yang dapat menyebabkan efek rumah kaca ialah CO2, CH4, NOx, SOx, SF6, H2O, dan PFC.

Statistik Dunia

Peneliti lingkungan dan sains berpendapat bahwa manusia ialah penyebab utama global warming . Emisi gas rumah kaca mengalami kenaikan 70 persen antara 1970 hingga 2004. Konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer jauh lebih tinggi dari kandungan alaminya dalam 650 ribu tahun terakhir. Rata-rata temperatur global telah naik 1,3 derajat Fahrenheit (setara 0,72 derat Celcius) dalam 100 tahun terakhir. Muka air laut mengalami kenaikan rata-rata 0,175 centimeter setiap tahun sejak 1961. Sekitar 20 hingga 30 persen spesies tumbuh-tumbuhan dan hewan berisiko punah jika temperatur naik 2,7 derajat Fahrenheit (setara 1,5 derajat Celcius). Jika kenaikan temperatur mencapai 3 derajat Celcius, 40 hingga 70 persen spesies mungkin musnah.

Beberapa waktu lalu ada pesan untuk nampilin ttg kondisi lingkungan di blog ini.. tp brhubung blum smpet buat tulisan yg berkait dgn kerprofesian sendiri, mungkin coba difasilitasi dengan tulisan di bawah ini yg ngambil dr kiriman email seorang temen anak HMTL ITB..
______________________________
yah masalah yang masih hangat di telinga, dan kemarin juga sudah banyak seruan aksi-aksi untuk menyelamatkan bumi ini… namun berpengaruhkah? atau hanya sekedar pewacanaan belaka?
trus apa yang dapat kita lakukan?
Jangan berfikir langkah kecil kita tidak berpengaruh apa-apa, sebab persoalan besar seperti Global Warming sebenarnya adalah dampak akumulatif dari perilaku individu yang kecil-kecil

Pemanasan global atau Global Warming adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

GLOBALWARNING